JAKARTA – Pemilik dan sopir mobil komando untuk aksi Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme pada Rabu 28 Agustus 2019 mengaku kehilangan penghasilan sejak enam bulan belakangan.
Hal tersebut terjadi semenjak mobil mereka digunakan untuk aksi sejumlah mahasiswa asal Papua disusul dengan pengamanan yang dilakukan pihak kepolisian. Mobil tersebut diamankan sebagai barang bukti, dan pemilik tidak diizinkan untuk mengambil mobil tersebut di kantor polisi.
Pemilik mobil bernama Siswoyo tersebut menyampaikan hal itu kepada Majelis Hakim dalam sidang dugaan makar oleh 6 orang aktivis Papua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (13/3). Siswoyo mengatakan kepada hakim bahwa negara, tidak mengetahui jika para mahasiswa tersebut membawa bendera bintang kejora dan melakukan aksi unjuk rasa menuntut kemerdekaan Papua.
Ia menceritakan, pemesanan mobil komando dilakukan melalui seseorang bernama Boy yang merupakan senior dalam bisnis penyewaan mobil untuk aksi unjuk rasa. Karena merasa Boy adalah seniornya dalam bisnis penyewaan mobil komando, Siswoyo percaya saja dengan penyewaan mobil tersebut, meski tidak disertai dengan izin aksi unjuk rasa secara tertulis. Padahal, menurut Siswoyo, ia biasanya menanyakan izin unjuk rasa kepada para penyewa yang akan meminjam kendaraannya.
"Saya yang awalnya mengantarkan ke daerah Gambir sesuai pesanan Pak Boy melalui telepon," tambah Siswoyo.
Ia mengaku tidak bertemu dengan Pak Boy sehingga kembali lagi ke rumah dan bertemu dengan Kusumayadi yang biasa menjadi sopir mobil komando miliknya. Ternyata Pak Boy telah menelepon Kusumayadi dan memintanya menunggu di Kemendagri.
Kusumayadi melanjutkan cerita Siswoyo. Ia mengaku tidak melihat adanya bendera bintang kejora di atas mobil. Meski menurutnya saat aksi berjalan, bendera tersebut terlihat.
Salah satu peserta aksi unjuk rasa, kata Kusumayadi, ada yang mengibarkan bendera tersebut yang ditalikan pada bambu kemudian berkeliling di seberang Istana Negara.
"Saya turun dari mobil dan minum kopi melihatnya tetapi tidak ada di antara enam terdakwa ini pelakunya, ada pula yang berteriak pisah dari NKRI,” tuturnya.
Aksi ini, kata Kusumayadi, berakhir sekitar pukul 16.00, tetapi pukul 22.00 dirinya dan Siswoyo didatangi polisi untuk dimintai keterangan dan membawa serta mobilnya.
"Sejak saat itu hingga hari ini sekitar enam bulan, saya tidak mendapatkan penghasilan karena kendaraan saya ditahan," ucap Siswoyo.
Untuk menyambung hidup keluarganya, Siswoyo memaksakan diri menjadi pengemudi ojek.
"Sudah pernah diurus ke kepolisian untuk pengambilan," tanya Ketua Majelis Hakim Agustinus Setya Wahyu Triwiranto.
"Sudah Yang Mulia, sudah bolak-balik tetapi tetap tidak bisa," jawab Siswoyo.
"Sesudah ini kami beri surat rekomendasi," tutur Hakim Agustinus.
Atas peristiwa pengibaran bendera bintang kejora dan unjuk rasa tersebut, enam dari peserta aksi yaitu Dano Tabuni, Charles Cossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Surya Anta Ginting, dan Wenebita Wasiangge didakwa dengan dugaan makar dan diduga telah melanggar Pasal 106 dan 110 KUHP. (Yatni Setyaningsih)
"mobil" - Google Berita
March 14, 2020 at 08:01AM
https://ift.tt/2UaSOU2
Mobil Digunakan Untuk Aksi, Pemilik Kehilangan Penghasilan - Validnews
"mobil" - Google Berita
https://ift.tt/2ntcvK9
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mobil Digunakan Untuk Aksi, Pemilik Kehilangan Penghasilan - Validnews"
Post a Comment